April 15, 2019
loading

SIBLINGS RIVALRY, Ketika kakak dan Adik bagaikan Tom and Jerry

Posted by    admin

Kakak adik yang sama-sama masih kecil (sekitar usia 6 tahun ke bawah) biasanya akan sering berkonflik, seperti kucing dan tikus jika diibaratkan.

Bayangkan sebuah keluarga yang  memiliki 3 anak laki-laki sekaligus dalam satu rumah. Sebut saja masing-masing dari mereka berusia 7 tahun, 6 tahun dan 3 tahun. Tentu diperlukan keterampilan dari kedua orang tuanya dalam menghadapi mereka semua karena sudah dapat dipastikan pertengkaran, kecemburuan dan protes akan sering sekali terjadi.

Apa penyebabnya? Antara lain karena mereka masih belum terampil menjalin interaksi sosial. Karakteristik sosial emosionalnya pun masih belum matang sehingga mudah sekali terlibat dalam pertengkaran.

Pada umumnya anak-anak tersebut masih sangat egosentris, belum mampu bermain bersama, ingin selalu diperhatikan dan mudah iri/cemburu sehingga menimbulkan persaingan antar saudara.

Pertengkaran antara kakak beradik walaupun sesuatu yang natural, tetap tidak boleh dibiarkan. Cara terbaik adalah mengajarkan mereka cara mengkomunikasikan pemikiran dan perasaannya secara tepat satu sama lain.

Orang tua bisa melakukan hal sebagai berikut :

1. Validasi perasaan anak. Terima apapun yang mereka rasakan. Amati lewat ekspresi muka, gerak tubuh atau intonasi suara.

2. Bantu anak untuk mengidentifikasi emosi masing-masing.

Misalnya :

"Kakak apa yang kamu rasakan sekarang?"

"Adik, kakak menangis lho, kira-kira apa yang dirasakan kakak sekarang?"

Proses ini akan mendorong anak untuk memahami perasaan orang lain dan mengembangkan empatinya.

3. Dorong mereka untuk mengatasi masalah secara mandiri, dengan teknik bertanya untuk mengarahkan mereka mencapai kesepakatan.

Contoh :

"Adik ingin main dengan kakak. Tapi kakak sedang tidak ingin diganggu sekarang."

"Coba kalian pikirkan gimana baiknya supaya semua sama-sama senang?"

4. Membuat peta panduan perilaku. Tarik kesepakatan bersama seusai konflik dan jadikan hal tersebut sebagai pedoman perilaku bagi mereka saat menemui situasi serupa di lain waktu.

Jika memungkinkan, buatlah panduan visual berupa tulisan atau gambar yang menjelaskan situasi konflik beserta penyelesaiannya. Jadikan ini semacam standard operasional perilaku yang mesti dipatuhi.

Cara menarik kesepakatan antara lain :

"Kakak kalau sedang ingin sendiri tidak mau diganggu adik, bilang baik-baik ya, tidak perlu membentak atau menyakiti."

"Adik, kalau kakak sedang ingin main sendiri, jangan dipaksa. Adik juga gak mau 'kan kalau dipaksa-paksa."

"Kakak kalau kesulitan bicara dengan adik minta bantuan mama."

"Adik kalau bingung ingin main apa, bisa tanya mama nanti mama bantu menemani atau memilihkan mainan untuk adik."

Contoh visual aids untuk peta panduan perilaku :

 

Kelihatannya mudah, tapi dalam prosesnya diperlukan keterampilan komunikasi orang tua dalam menyampaikan harapan dan menanamkan nilai-nilai pada anak.

Intervensi yang bisa dilakukan jika pertengkaran semakin menjadi dan sulit dihentikan, antara lain :

1. Memisahkan adik kakak yang berkelahi. Sampaikan, misalnya :

"Suara kalian sudah cukup mengganggu sekitar. Stop, mama akan bantu kalian untuk menyelesaikan ini."

2. Sita barang yang diperebutkan, simpan sampai mereka benar-benar berhasil menemukan solusinya. Dorong mereka untuk bisa mencapai kesepakatan.

3. Hentikan aktivitas yang membuat mereka bertengkar. Katakan bahwa aktivitas bermain tidak bisa dilanjutkan sebelum mereka tenang dan mau bergiliran.

Dorong mereka untuk mampu menahan diri dan menunda kepuasaan sesaat. Berikan contoh nyata keuntungan dari perilaku menahan diri. Misalnya :

"Kalau adik dapat 2 potong kue, dihabiskan semuanya saat pagi hari, kira-kira siang nanti masih bisa makan kue tidak?"

"Kalau bisa menahan diri, satu kue disimpan untuk siang hari, kamu masih bisa menikmati kuenya nanti."

"Ini juga sama, kalian mesti belajar menahan diri, bergiliran mainnya. Jadi kakak dan adik bisa dapat jatah bermain lebih dari sekali. Asal kalian berdua bisa saling menunggu."

4. Coba rekam pertengkarannya, melalui video camera atau voice recorder. Hasil rekaman bisa dibahas bersama dan tanyakan pendapat masing-masing anak, apakah ada yang keliru dari tindakan atau ucapan mereka. Evaluasi bersama dan pikirkan harus seperti apa lain kali supaya konflik tersebut tidak terulang. Bimbing mereka untuk mencapai insight yang tepat.

Semoga berhasil mendamaikan kucing dan tikus ini ya!

 

Miranty Novia Wardhani, S.Psi

Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

 

  • Share to :