August 01, 2020
loading

HALUSINASI PADA ANAK USIA SEKOLAH

Posted by    admin

HALUSINASI PADA ANAK USIA SEKOLAH

Seorang anak perempuan berusia 9 tahun diantar keluarganya ke klinik psikiatri untuk berkonsultasi. “ Halo Cantik…, kenalkan saya suster Fau, cantik namanya siapa ?” “Ara …. suster” , tanpak ragu-ragu dan malu - malu. Tiba-tiba ia menutup wajahnya dg kedua tangannya dan menundukkan kepala keatas meja tanpak ketakutan. “Ada apa Ara?”, “Suster Fau, disamping suster ada nenek berjubah putih, memegang tongkat, berambut Panjang, gigi taring penuh darah sedang melotot memandangku suster, aku takut!”.

“Ara, suster percaya Ara melihatnya walaupun suster tidak dapat melihat nenek itu”, dengan suara lembut, membungkuk, memegang tangan dan mengelus punggungnya. ‘ Coba tarik nafas perlahan, sayang, seperti ini (diberikan contoh), ayo lakukan berulang-ulang sampai Ara merasa lebih enakan”. “Bagus”. Dia tanpak mulai tenang. “ Sejak kapan Ara mulai melihat nenek tersebut?” “ Waktu aku tidak bisa mengerjakan matematika suster”. “ Ara kelas berapa?”, “ Kelas III SD, Suster”. “ Pelajaran matematika yang mana Ara tidak Bisa?’ ‘Pembagian dan perkalian Suster “ ‘Selain melihat si nenek, apakah Ara pernah mendengar suara yang tidak kelihatan orangnya?” “Ada suster”. “Suara tersebut bilang apa, Ara?” “ Kamu Bodoh, tolol, goblok, tinggal kelas!“. “Bagaimana perasaan Ara saat melihat dan mendengar suara tersebut?”. “Takut, sedih dan malu suster”. “Berapa sering Ara melihat nenek dan mendengar suara tersebut?” “Sering suster?“ “Saat kapan saja Ara mengalaminya?” “Saat sendiri atau bersama orang lain”. “Baiklah Ara, Ara sekarang ini aman bersama suster Fau ya”.

“Kita akan belajar bagaimana cara agar nenek dan suara tersebut bisa hilang”. “Mari kita mulai bagaimana cara menyelesaikan masalah perkalian dan pembagian”. (melakukan kegiatan mengajarkan perkalian dan pembagian dari yang paling mudah sampai sulit dengan berbagai metode yang paling mudah dipahami Ara). “Sekarang bagaimana Ara sudah bisa?”. “ Aku bisa suster , ternyata mudah!” “Bagaimana sekarang dg nenek dan suara tersebut?” “Sudah hilang suster, tersenyum ceria”.

Kasus diatas menggambarkan bahwa seorang anak perempuan usia sekolah yang mengalami halusinasi penglihatan dan pendengaran. Halusinasi adalah pengalaman mendengar suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penciuman tanpa ada objek yang nyata. Seseorang yang mengalami halusinasi meyakini bahwa mendengar suara atau melihat sesuatu yang tidak didengar atau dilihat oleh orang lain. Mengeluh mendengar suara bisikan, bicara tertawa sendiri atau komat kamit merupakan tanda dan gejala halusinasi pendengaran. Halusinasi penglihatan ditandai dengan ekpresi ketakutan dan menyatakan melihat sesuatu.

Penyebab munculnya halusinasi sepenuhnya belum diketahui, namun ada beberapa pengalaman yang berkaitan dengan halusinasi seperti pengalaman hidup traumatis, perasaan stres atau khawatir, kurang tidur, kelaparan yang ekstrim atau karena narkoba atau obat - obatan, atau masalah kesehatan mental. Penyebab halusinasi pada kasus diatas karena rasa kecemasan atau perasaan stres yang dialami anak terhadap ketidakmampuannya dalam menyelesaikan masalah pelajaran matematika.

Usia sekolah adalah usia 6 -12 tahun. Karakteristik tugas perkembangan pada usia ini adalah anak mulai memberikan perhatian dan empati kepada orang lain, mampu belajar, mempunyai tokoh identifikasi di luar orang tuanya, bersosialisasi, mulai tidak tergantung pada orang lain dan hubungan teman sebaya menjadi hal yang penting. Tuntutan untuk belajar dan berprestasi akademik menjadi faktor utama. Anak mampu mengevaluasi dirinya dan merasakan evaluasi teman-temannya. Pencapaian kemampuan ini akan membuat anak bangga terhadap dirinya. Hambatan atau kegagalan mencapai kemampuan menyebabkan anak merasa rendah diri atau tidak percaya diri. Ketidak percayaan diri menyebabkan anak menarik diri dan akhirnya mengalami halusinasi.
Hal - hal yang harus dilakukan oleh orang tua dan guru pada anak untuk mencegah munculnya halusinasi :
1. Tidak memberikan harapan terlalu tinggi pada anak. Setiap anak memiliki potensi dan kemampuan tiap anak dalam melaksanakan tugas perkembangannya berbeda-beda.
2. Sadari perubahan perilaku pada anak sehingga akan dapat penanganan lebih cepat dan tepat.
3. Setiap menemukan anak dengan masalah tidak memberikan labeling sebagai anak yang malas, bodoh, tolol, goblok atau menakut-nakuti anak nanti tidak naik kelas, namun cari penyebab masalah seperti pada kasus diatas.
4. Tidak membandingkan anak dengan saudara atau anak lainnya.
5. Bantu anak dalam menyelesaikan masalah dari masalah termudah sampai tersulit, berikan pujian setiap pencapaian sekecil apapun. Apabila masalah komplek, pecah kegiatan kedalam tahapan kegiatan dari mudah ke sulit. Ajarkan berbagai Langkah yang dapat digunakan anak dalam menyelesaikan masalah. Kegiatan ini akan melatih dan menanamkan kesadaran anak bahwa banyak cara dalam mengatasi masalah kehidupan.
6. Berharap anak untuk berprestasi adalah baik, namun memaksa anak untuk berprestasi akan membuat anak stress bahkan menjadi orang yang gagal. Jangan menilai hasil namun berikan penghargaan terhadap usaha yang dilakukan sehingga anak dapat berhasil.
7. Bantu anak dalam menyelesaikan tugas perkembangan anak sesuai usianya.
Anak terlatih dalam penyelesaian masalah menjadi modal dasar dalam menghadapi masalah kehidupan dimasa yang akan datang.

Penulis, Ns. Fauziah, S.Kp, M.Kep, SpKepJ
Perawat Klinis Spesialis Keperawatan Kesehatan Jiwa RSJMM

  • Share to :