September 02, 2021
loading

RAPE TRAUMA SYNDROME

Posted by    admin

RAPE TRAUMA SYNDROME

Rape Trauma Syndrome (RTS) adalah suatu bentuk respons stres yang dialami korban kekerasan seksualyang dapat mengganggu fisik, emosional, kognitif, perilaku, dan karakteristik personal. Tak semua korban akan mengalami RTS. Beberapa akan mengalami RTS yang cukup parah, lainnya hanya akan mengalami beberapa gejala diantaranya atau malah tidak sama sekali (UASAC, 2009). Setiap kekerasan seksual baik pada laki laki atau perempuan akan memberikan respon stres yaitu:

- Keluhan somatik (fisik);

- Keluhan kognitif;

- Keluhan psikologis (perasaan); dan

- Keluhan perilaku.

Ada dua fase Rape Trauma Syndrome yaitu:

1. Fase Akut

Fase yang terjadi segera setelah kejadian kekerasan seksual sampai 2-3 minggu. Pada fase ini yang bersangkutan menjadi disorganisasi. Gejala emosional yang kuat dialami oleh korban, yaitu:

- Menangis;

- Senyum dan tertawa tanpa sebab yang jelas;

- Terlihat tenang dan terkontrol, seperti tidak terjadi apa-apa;

- Afek datar;

- Marah;

- Ketakutan;

- Cemas/khawatir; dan

- Shock, ekspresi emosi tumpul.

 

Reaksi akut di atas muncul karena ketakutan akan cedera fisik, keamanan, dan kematian. Setelah ybs. merasa aman, maka akan muncul berbagai gejala lain yaitu:

- Mood swing (kadang senang, kadang sedih);

- Merasa terhina, harga diri rendah;

- Malu;

- Rasa bersalah;

- Menyalahkan diri sendiri;

- Merasa tidak berdaya;

- Merasa tidak punya harapan;

- Marah;

- Ingin balas dendam; dan

- Takut kejadian terulang.

 

2. Fase Jangka Panjang

Fase ini terjadi 2-3 minggu pascakejadian. Pada fase ini, yang bersangkutan mulai melakukan reorganisasi kehidupannya, bisa terjadi dua hal :

1. Adaptif

Yang bersangkutan bisa kembali beradaptasi dengan keadaan, kembali berfungsi dan produktif.

2. Maladaptif

Ketika yang bersangkutan tidak bisa menyesuaikan dengan keadaan, gejala pada fase akut menetap, muncul berbagai gejala psikologis yang mengganggu fungsi dan aktivitas sehari hari.

Kemampuan korban kekerasan seksual melewati fase ini bergantung pada

- Umur korban, semakin muda semakin sulit beradaptasi untuk pulih;

- Support system dan dukungan yang diperoleh;

- Kepribadian dasar yang dimiliki sebelumnya; dan

- Situasi kehidupan yang dijalani.

 

Apabila tidak teratasi dengan baik, maka korban kekerasan seksual dapat mengalami berbagai gangguan kejiwaan seperti :

- PSTD (Post Traumatic Stress Disorder/Gangguan Stres Pasca Trauma);

- Depresi;

- Ansietas (kecemasan);

- Psikotik (gangguan dalam menilai realitas, ditandai dengan adanya halusinasi dan delusi/waham);

- Gangguan seksualitas, dll.

 

Penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan oleh orang yang mengalami kekerasan seksual agar bisa cepat pulih. Harapan untuk pulih cukup besar apabila segera diberikan penanganan oleh profesional yang memiliki kompetensi seperti psikiater, perawat jiwa, psikolog, konselor, dan pekerja sosial.

Kesehatan jiwa korban kekerasan seksual menjadi prioritas penanganan kasus ini. Setiap laporan kejadian kekerasan seksual perlu direspons segera agar kesehatan jiwa korban bisa terjaga baik.

 

Terapiuntuk Korban Kekerasan Seksual

? Psikoterapi suportif, reedukatif, rekonstruktif

? Psikofarmaka : obat anti depresan, anti ansietas, anti psikotik, mood stabilizer

? Rehabilitasi Psikososial

? Transcranial Magnetic Stimulation, Neurofeedback

? 'Support system', dukungan dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitar

 

dr.Lahargo Kembaren,Sp.KJ.

Psikiater, Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial RSJiwa dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor

  • Share to :