April 16, 2019
loading

ANAKKU SUKA BERTERIAK (Apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya)

Posted by    admin

Anak-anak usia balita seringkali menggunakan cara berteriak entah karena kesal, frustrasi atau untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhannya.

Cukup banyak orang tua yang bertanya-tanya bagaimana cara yang tepat untuk menghentikan kebiasaan buruk ini, baik dalam sesi konseling dengan klien atau saat diskusi di dalam kelas online. Mungkin anda salah satu di antaranya?

Saya akan urai satu persatu kemungkinan penyebab mengapa anak-anak gemar berteriak. Orang tua harus jeli mengamati dan menganalisa apa alasan utama dibalik perilaku berteriaknya. Perhatikan uraian berikut ini :

1. Perilaku meniru. Anak kecil adalah peniru yang ulung. Mereka segera menyerap segala hal disekelilingnya seperti spons. Anak-anak akan melihat, menyimpan dalam memorinya untuk kemudian menirunya. Maka saat orang dewasa atau teman sebaya di sekitarnya sering berteriak, tidak mengherankan jika mereka kemudian akan terbiasa dengan perilaku berteriak dan menganggap hal itu adalah sesuatu yang wajar/biasa.

2. Seeking attention atau meminta perhatian. Tanpa disadari anak seringkali merasa terabaikan atau disisihkan. Banyak hal yang menyebabkan anak merasa seperti ini. Entah karena orang tua yang sibuk dengan hal lain, kehadiran anggota keluarga baru (adik) atau rasa frustrasi karena keinginan yang tak terpenuhi. Berteriak bagi anak adalah cara yang mudah baginya dan merupakan bentuk komunikasi agar orang-orang di sekelilingnya mempedulikan dirinya.

3. Perilaku manipulatif. Anak belajar dari pengalamannya dulu. Ketika ia berteriak kemudian orang tua memenuhi permintaannya, ia akan menggunakan cara yang sama di lain waktu. Berteriak adalah senjatanya untuk pemenuhan keinginan dengan segera dan akan terbentuk menjadi habit/kebiasaan.

4. Karakteristik anak. Temperamen anak itu berbeda-beda, ada anak yang easy child, slow to warm up child atau difficult child. Anak-anak dengan karakter yang difficult berpeluang lebih besar untuk sulit diatur dan diarahkan. Kemungkinan lainnya adalah faktor prenatal (kehamilan). Ibu yang mengkonsumsi nikotin, zat adiktif atau terpapar stress berlebihan saat kehamilan akan memberi dampak negatif pada janin. Setelah lahir dampaknya akan semakin terlihat. Kemungkinannya bayi akan cenderung lebih sulit diatur, gelisah dan rewel. Biasanya akan terus berlanjut sampai usia balita.

5. Adanya gangguan perkembangan. Pada beberapa kasus seperti anak dengan ADHD (Attention Deficit /Hiperactivity Disorder) atau ASD (Autism Spectrum Disorder) perilaku berteriak ini lebih sering muncul.

Khusus poin 5 penanganannya adalah berkonsultasi langsung dengan ahlinya (Psikiater anak atau Psikolog Klinis anak).

Adapun hal-hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk penyebab poin 1 - 4 adalah :

1. Batasi akses anak dari media atau orang-orang yang mencontohkan perilaku berteriak. Orang tua juga perlu mengevaluasi diri sejauh mana perilaku ini ditiru anak justru dari orang tuanya sendiri. Misalnya memanggil anak dengan berteriak, menaikkan nada suara ketika tidak menyukai suatu hal atau intonasi bicara meninggi ketika kesal. Jika ini sering terjadi, segera hentikan dan belajar untuk menerapkan pendekatan komunikasi yang lebih tepat.

2. Segera mendekati anak jika ia butuh sesuatu tanyakan dengan baik apa yang ia inginkan, jangan sampai menunggu anak "meledak" dan menampilkan perilaku agresif seperti berteriak. Orang tua sebisa mungkin segera merespons setiap kali anak memanggil, butuh bantuan atau mengulang-ulang kalimat. Anak akan terus berteriak sampai orang tua memberikan reaksi. Untuk mengurangi perilaku tersebut, segeralah menanggapi anak.

3. Identifikasi emosi anak. Berikan nama pada apa yang dirasakan anak saat ia berteriak. Orang tua bisa mengatakan :

"Mama tahu kamu kesal dan mama ingin kamu bicara dengan baik, bukan dengan berteriak."

Tetap tenang dan kendalikan emosi, seburuk apapun situasinya. Perilaku orang tua yang tenang akan sangat membantu anak untuk menenangkan dirinya sendiri.

4. Berikan panduan contoh perilaku positif. Orang tua bisa menggunakan visual chart atau role playing cara mengkomunikasikan keinginan atau kebutuhannya tanpa reaksi emosi berlebihan.

5. Berikan apresiasi. Sampaikan pujian spesifik setiap kali anak berhasil menahan dirinya untuk tidak berteriak saat menghadapi konflik atau membutuhkan sesuatu dengan segera.

Contohnya : "Sekarang kamu sudah bisa bilang apa yang kamu mau dan tidak berteriak lagi, mama papa senang sekali"

Lakukan hal-hal di atas secara konsisten dan lihat apakah ada perubahan pada perilaku anak.

Perilaku berteriak sebenarnya bisa hilang dengan sendirinya. Namun jika tidak ditangani segera perilaku ini berpeluang besar menjadi kebiasaan dan akan lebih sulit menghilangkannya.

Selamat mencoba.

 

Miranty Novia Wardhani, S.Psi

RS. dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

  • Share to :